Konsep Ritual Amati
Raga
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990 : 751) menjelaskan
bahwa ritual berasal dari kata ritus yang berarti tata cara dalam upacara
keagamaan. Istilah ritual seringkali dijumpai pada upacara agama dan ada pada
semua agama. Ritus adalah teknik (cara) membuat suatu adat kebiasaan menjadi
suci, ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama.
Sedangkan menurut Situmorang, ritual adalah suatu hal yang berhubungan terhadap
keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan tertentu (Situmorang,
2004 : 175). Ritual dapat dilakukan secara individual maupun kolektif. Ritual
sebagai ideologis atau mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana
perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Maka
adapun definisi ritual dalam penelitian ini adalah tata upacara keagamaan yang
dilaksanakan atas dasar keyakinan dan tujuan tertentu. Adapun ritual yang
dimaksud dalam hal ini tentunya adalah ritual amati raga.
Istilah
amati raga pada dasarnya berasal dari
dua suku kata, yaitu amati dan raga. Istilah “amati” secara definitif berasal dari akar kata “mati” yang bermakna
tidak hidup, tidak bernyawa, tidak bergerak, diam, berhenti (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1990 : 566). Sedangkan istilah “raga” dalam arti kamus dimaknai sebagai badan atau tubuh fisik
(Sutjaja, 2006 : 756). Menurut Purwita (1993 : 46), istlah “mati” atau “amati” dalam konsep pengendalian diri
pada ajaran Hindu lebih mengarah pada istilah “anyekung” atau mengikat serta mengendalikan. Sedangkan “raga” bersinonim dengan istilah “sarira”, sehingga dalam hal ini amati raga dalah suatu aktifitas “anyekung sarira” atau mematikan serta
mengendalikan “wisayaning sad ripu”
atau enam musuh atau sifat negatif yang ada pada diri manusia.
Menurut
Wiana (2002 : 237), raga itu
diumpamakan sebagai kuda kereta. Sedangkan tali kekang dan sais kereta
diumpamakan sebagai pikiran dan buddhi.
Jika Kuda itu mampu dikendalikan oleh tali kekang yang kuat dan sais yang baik Kudapun
menjadi kekuatan yang membawa kereta sampai pada tujuan sesuai dengan kehendak
sais kereta tersebut. Demikianlah calon diksita
selama proses aguron-guron itu tujuan
yang paling utama adalah mendidik dan melatih calon diksita untuk mengendalikan raganya
agar jangan sampai menjadi wisaya
yang meracuni hidup calon diksita.
Dalam prosesnya, ritual amati raga
bukanlah suatu aktifitas membunuh badan fisik atau badan kasar yang dibangun
oleh unsur Panca Maha Bhuta,
melainkan membunuh nafsu beserta alat-alatanya seperti Dasendriya.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas, maka ritual amati
raga adalah suatu upacara atau aktifitas yajna yang dilakukan seperti orang
meninggal dalam rangkaian upacara inisiasi atau diksa yang berhubungan dengan pengendalian nafsu, perilaku sebagai
penyucian diri bagi calon diksita,
yang nantinya memiliki status baru sebagai sulinggih
yang merupakan penuntun serta panutan umat dalam menjalankan aktifitas
keagamaan di masyarakat. Sekian ulasan konsep amati raga yang dapat saya tuliskan disini. Sekiranya ada kekurangan mohon ditambahkan, semoga bermanfaat.
Suksma........
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Purwita, IB. Putu. 1993. Upacara Madiksa. Denpasar: Upada Sastra.
Sutjaja, I Gusti Made. 2006. Kamus
Bali-Indonesia-Inggris. Denpasar: Lotus Widya Suari dan Univ. Udayana.
Wiana, I Ketut. 2001. Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar