Rabu, 19 April 2017

AMATI RAGA

 Konsep Ritual Amati Raga
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990 : 751) menjelaskan bahwa ritual berasal dari kata ritus yang berarti tata cara dalam upacara keagamaan. Istilah ritual seringkali dijumpai pada upacara agama dan ada pada semua agama. Ritus adalah teknik (cara) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci, ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama. Sedangkan menurut Situmorang, ritual adalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan tertentu (Situmorang, 2004 : 175). Ritual dapat dilakukan secara individual maupun kolektif. Ritual sebagai ideologis atau mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Maka adapun definisi ritual dalam penelitian ini adalah tata upacara keagamaan yang dilaksanakan atas dasar keyakinan dan tujuan tertentu. Adapun ritual yang dimaksud dalam hal ini tentunya adalah ritual amati raga.
Istilah amati raga pada dasarnya berasal dari dua suku kata, yaitu amati dan raga. Istilah “amati” secara definitif berasal dari akar kata “mati” yang bermakna tidak hidup, tidak bernyawa, tidak bergerak, diam, berhenti (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990 : 566). Sedangkan istilah “raga” dalam arti kamus dimaknai sebagai badan atau tubuh fisik (Sutjaja, 2006 : 756). Menurut Purwita (1993 : 46), istlah “mati” atau “amati” dalam konsep pengendalian diri pada ajaran Hindu lebih mengarah pada istilah “anyekung” atau mengikat serta mengendalikan. Sedangkan “raga” bersinonim dengan istilah “sarira”, sehingga dalam hal ini amati raga dalah suatu aktifitas “anyekung sarira” atau mematikan serta mengendalikan “wisayaning sad ripu” atau enam musuh atau sifat negatif yang ada pada diri manusia.
Menurut Wiana (2002 : 237), raga itu diumpamakan sebagai kuda kereta. Sedangkan tali kekang dan sais kereta diumpamakan sebagai pikiran dan buddhi. Jika Kuda itu mampu dikendalikan oleh tali kekang yang kuat dan sais yang baik Kudapun menjadi kekuatan yang membawa kereta sampai pada tujuan sesuai dengan kehendak sais kereta tersebut. Demikianlah calon diksita selama proses aguron-guron itu tujuan yang paling utama adalah mendidik dan melatih calon diksita untuk mengendalikan raganya agar jangan sampai menjadi wisaya yang meracuni hidup calon diksita. Dalam prosesnya, ritual amati raga bukanlah suatu aktifitas membunuh badan fisik atau badan kasar yang dibangun oleh unsur Panca Maha Bhuta, melainkan membunuh nafsu beserta alat-alatanya seperti Dasendriya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka ritual amati raga adalah suatu upacara atau aktifitas yajna yang dilakukan seperti orang meninggal dalam rangkaian upacara inisiasi atau diksa yang berhubungan dengan pengendalian nafsu, perilaku sebagai penyucian diri bagi calon diksita, yang nantinya memiliki status baru sebagai sulinggih yang merupakan penuntun serta panutan umat dalam menjalankan aktifitas keagamaan di masyarakat. Sekian ulasan konsep amati raga yang dapat saya tuliskan disini. Sekiranya ada kekurangan mohon ditambahkan, semoga bermanfaat.
Suksma........
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Jakarta: Balai Pustaka.
Purwita, IB. Putu. 1993. Upacara Madiksa. Denpasar: Upada Sastra.
Sutjaja, I Gusti Made. 2006. Kamus Bali-Indonesia-Inggris. Denpasar: Lotus Widya Suari dan Univ. Udayana.
Wiana, I Ketut. 2001. Makna Upacara Yajna Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar